Selasa, 27 Maret 2012

Hari Astronomi


                     Hari Astronomi bukan sembarang hari. Bukan karena diperingati dan dirayakan oleh para astronom proffessional dan amatir, tetapi karena cara menentukan Hari Astronomi berbeda dari hari lainnya. Kalau hari yang lain bisa beda harinya dan selalu tetap: tanggal dan bulannya, misal Hari Kemerdekaan RI ya.. 17 Agustus pada hari tergantung tahunnya. Tidak demikian dengan Hari Astronomi; hari selalu tetap, sementara tanggal dan bulannya bisa berganti-ganti, tergantung tahunnya. Misal pada tahun 2005, Astronomy Day jatuh pada Sabtu 16 April. Astronomy Day 2006, pada Sabtu 6 Mei. Astronomy Day 2007 kali ini pada Sabtu 21 April.
Cara menentukan Hari Astronomi:
1. Hari Sabtu,
2. Antara tanggal 15 April sampai 15 Mei,
3. Saat fase bulan sekitar atau sebelum seperempat awal (First Quarter=berumur sekitar tujuh hari)
Jadi terbukti bahwa Hari Astronomi bukan sembarang hari.
Hadiri Astronomy Day 2007 di JAC Expo; Bertempat di halaman gedung Mandala Bhakti Wanitama, dengan tema "Bringing Astronomy to the People". Akan digelar pameran yang menampilkan berbagai hal yang berkaitan dengan astronomi, poster, pertunjukan slide, pemutaran film, pameran buku astro, peralatan astro, games dan tidak ketinggalan demo water rocket akan digelar selama kegiatan Astronomy Day ini
JAKARTA, ITM- Hari ini, 27 September diperingati sebagai Hari Pariwisata se-Dunia (World Tourism Day-WTD). Dengan tema “Tourism—Linking Culture”, puncak peringatan hari tersebut digelar di Aswan, Mesir, dan pada saat yang sama seluruh dunia melakukan berbagai kegiatan untuk memperingatinya. Terlepas dari berbagai isu lain, isu yang terkait budaya menjadi sorotan bersama, dan bagaimana pariwisata telah menjadi jembatan penting bagi pemahaman budaya dunia dan mempromosikan nilai-nilai luhur kebudayaan masing-masing.
Bayangkan bagaimana pariwisata telah berperan sangat penting membawa jutaan orang dari berbagai budaya berbeda bersama-sama, berinteraksi dari latar belakang dan jalan hidup berbeda, bersama-sama menunjukkan sikap tolerans, respek dan saling memahami satu sama lain, sebagaimana disampaikan Sekjen UNWTO Dr Taleb Rifai, pada perayaan hari ini.
Menurut Taleb Rifai, budaya sebagai salah satu aset kita yang berharga, dan menekankan perlunya pelestarian dengan meminta orang untuk melakukan wisata dengan cara yang melindungi dan memperkaya kekayaan budaya dunia untuk generasi mendatang.
Pariwisata membawa perdamaian dan kerjasama antarbangsa, dan membangun jembatan. Kita kemudian mengingat pada bulan September 2006, Sekjen UNWTO ketika itu, Francesco Frangialli, mengatakan kepada lebih dari 60 menteri pariwisata dari negara-negara di Baku, Azerbaijan. Dia meminta pemimpin dunia untuk memperkuat hubungan pariwisata untuk mempromosikan pemahaman lintas budaya, dan menggunakan kekuatan pariwisata untuk membangun gerakan global baru pemahaman antarnegara.
Hari pariwisata diperingati pada tanggal ini sejak 1980. Tanggal tersebut dipilih karena pada tanggal 27 September tahun 1970 statuta UNWTO diadopsi. Tujuan peringatan tersebut adalah untuk meningkatkan awareness pariwisata diantara masyarakat internasional, dan untuk menunjukkan bagaimana dampak pariwisata dalam bidang social, budaya, politik, ekonomi dunia. Dalam sesi ke-12 di Istanbul, Turki pada Oktober 1997, Sidang Umum UNWTO mempertimbangkan pemilihan negara tuan rumah untuk setiap tahun dalam menggelar Hari Pariwisata se-Dunia. Sementara dari sesi ke-15 di Beijing, China pada Oktober 2003, siding UNWTO memutuskan pemilihan tuan rumah berdasarkan geografis: 2006 di Eropa, 2007di Asia Selatan, 2008 di Amerika, 2009 di Afrika, dan 2011 di Timur Tengah.
Bagi sebagian orang, ini tentu saja hanya sebuah peringatan. Namun kita kurang bisa memahami ketika Indonesia kurang memiliki respek terhadap isu ini, dan bahkan Hari Pariwisata se-Dunia itu sepi dari perhatian. Negeri yang memiliki asset kebudayaan yang mengagumkan, negeri kearifan lokal yang menjadi inspirasi dunia, dan segala asset pariwisata yang sangat berharga kurang tanggap dengan isu ini.
Di Solo, ketika bom meledak, kita melihat ada sesuatu yang menggelisahkan di sana, karena di balik peristiwa itu ada persoalan kearifan budaya yang coba dirusak oleh orang yang tak bertanggung jawab itu. Nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang luhur, yang santun, dan segenap keramahannya. Pariwisata menjadi perekat dan tools yang konkrit untuk mempromosikan hal itu. Sayang sekali jika hanya seorang Walikota Solo atau Gubernur Bali saja yang bisa memahami “jati diri” Indonesia itu.
Hari ini, saat dunia sibuk merayakan Hari Pariwisata se-Dunia, kita sebaiknya merenungkan anugerah seni budaya yang kita miliki. Kita perlu melakukan sesuatu untuk menggali, membangun, dan melestarikan kekayaan yang dinilainya tidak ternilai itu. Dan pariwisata, dunia yang kita tekuni ini, harus diberdayakan lagi, diseriusi, karena ia berada di ujung terdepan untuk mewujudkannya. (jones sirait/direktur pusat analisis informasi pariwisata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar